Jawaban:
1.
a). Orang yang tepat di posisi dan pekerjaan yang tepat (the right man
in the right place & job)Seharusnya, orang yang tepat berada di posisi yang tepat dan memiliki
pekerjaan yang tepat pula.Mari kita perhatikan seksama
dari pejabat setingkat menteri! Ada seorang menteri yang tigakali menjabat di
Kementerian yang berbeda dalam 1 periode, pertama beliau menjabat Menteri
Perhubungan, kemudian menjadi Menteri Sekretaris Negara, dan menjadi Menteri
Koordinator Perekonomian. Begitu juga menteri lainnya. Apalagi tidak sedikit
pejabat publik yang rangkap jabatan, bukan begitu?
b). Pekerjaan RutinitasSebagian pegawai negeri sipil
dari pejabat struktural, fungsional dan staf hanya melakukan pekerjaan yang
bersifat rutin. Buktinya, suatu masalah belum tuntas, masalah lain yang sama
sudah ada lagi. Lihatlah pembangunan arena pertandingan dari mulai
Sea Games 2011 di Palembang hingga arena pertandingan di PON Riau 2012. Pekerjaan rutin ini ada dua
jenis: pekerjaan rutin sehari-hari sebagai tugas pokok dan pekerjaan
rutin yang menuai kesalahan. Faktanya, kasus korupsi dan
pungutan liar terus terjadi di pemerintahan dalam pengadaan barangdan jasa
serta pungutan liar di pelayanan publik. Pegawai juga kurang siap terhadap
perubahan-perubahan baik dalam kebijakan maupun informasi teknologi.
C). Lemahnya Sistem Manajemen Pengawasan Sistem manajemen yang sangat
dasar ialah POAC yakni Planning, Organizing, Actuating, Controlling. Sistem POA sudah sangat baik dan sudah ada di setiap instansi.Namun, bagian terakhir yang
cukup lemah yaknisistem manajemen pengawasan atau controlling.Pengawasan ini memang ada baik
dari dalam (internal audit) maupun dari luar (external audit) dari BPK, BPKP dan KPK. Akan tetapi, jumlah pegawai yang ada tidak sebanding dengan jumlah pengawas
yang ada. Pengawas (auditor) cenderung lebih sedikit daripada yang diawasi
(PNS) ditambah luasnya pemerintahan daerah.
D). Kurangnya Transparansi Rekrutmen PegawaiPenerimaan Calon Pegawai Negeri
Sipil (CPNS) di setiap instansi KLDI (Kementerian, Lembaga, Daerah dan
Instansi)cenderung kurang transparan. Artinya,ada beberapa calon PNS yang masih berani untuk bayar formasi
tertentu. Selain itu, ada pula beberapa ‘titipan’ dari anak pejabat-pejabat
tertentu.Nepotisme dalam hal ini wajar, tetapi caranya yang kurang wajar. Nah, ini yang membuat pegawai itu tidak profesional dan jujurdalam bekerja, sehinggamereka
bekerja dengan orientasi uang yang besar dengan cara apa Pun
2. a). Hubungan wewenang
b). Hubungan
keuangan
c). Pelayanan
umum
d). Pemanfaatan
SDA dan sumber daya lainnya
e). Hubungan
fungsional
3. a).
The Institutional Approach (pendekatan
institusional)
Merupakan pendekatan yang menekankan pada kelembagaan dan
organisasi ke-pemerintahan. Jantung utama pendekatan ini terletak pada studi
mengenai struktur, fungsi, hukum dan regulasi dari lembaga eksekutif,
legislatif maupun yudikatif.
b). The Structural Approach
(pendekatan struktural)
Pendekatan struktural pada ilmu administrasi publik merupakan
istilah yang diadaptasi dari ilmu sosiologi dan anthropologi yang
menginterpretasikan sosial kemasyarakatan sebagai sebuah struktur dengan bagian
yang saling berhubungan. Pendekatan ini menjelaskan mengenai mekanisme untuk
memahami proses-proses sosial dan struktur di dalamnya. Berdasarkan konsep
pendekatan struktur, lembaga pemerintah merupakan contoh nyata dari struktur
sosial dengan aturan; sebuah struktur dapat menjalan berbagai fungsi dan vice
versa (sebuah fungsi dapat dijalankan oleh berbagai struktur)
c). The Behavioral Approach
(pendekatan perilaku)
Pendekatan ini menekankan bahwasannya aktivitas administrasi tidak
dapat terlepas dari studi mengenai behaviourism yang meneliti perilaku individu
dan kesadaran perilaku kolektif manusia serta dampaknya dalam ruang lingkup
administrasi publik (Herbort Sumon).
Menurut Presthus, pendekatan perilaku seringkali bergantung pada
keadaan politik dan bersifat temporal belaka. Seringkali terjadi ketimpangan
antara idealisme dan kenyataan yang ada. Pendekatan Perilaku bagi Presthus
kadang sangat membingungkan, runyam dan usaha yang sia-sia (embarassing
effort). Akan tetapi, Presthus meyakini bahwasannya pendekatan perilaku (behaviourism
approach) pada ilmu administrasi akan meningkatkan nilai dan mutu keilmuan jika
dilaksanakan secara gamblang sesuai sudut pandang kaum behaviouralist dengan
konsep matang yang diaplikasikan pada metodologi ilmu administrasi publik.
d). The Post Behavioral
Approach (pendekatan pasca perilaku)
Merupakan produk lanjutan daripada Pendekatan Perilaku aka
pendekatan yang muncul untuk menentang Pendekatan Perilaku yang 'cacat' dalam
penerapannya. Walau lebih condong ke political science, pendekatan ini berkaitan
erat dengan ilmu administrasi publik/negara utamanya dalam penerapan
nilai-nilai administrasi yang dianut. Pendekatan post-behavioural menekankan
pada tindakan untuk menyelesaikan masalah dalam konteks masa depan dan saat
ini. Pendekatan ini lebih praktikal daripada Pendekatan Perilaku